1. Tori Kabut Nebula
Bumi kita
terbentuk sekitar 4,6 milyar tahun yang lalu bersamaan dengan terbentuknya
satu sistem tata surya yang dinamakan keluarga matahari. Satu teori yang
dinamakan "Teori Kabut (Nebula) menceritakan kejadian tersebut dalam 3
(tiga ) tahap :
|
|||
Asteroid adalah salah satu anggota keluarga
matahari, apabila bergerak terlalu dekat dengan bumi, gravitasi bumi akan
menarik asteroid tersebut ke atmosfir bumi, bergesekan dan terbakar.
Bagian yang
tidak habis terbakar jatuh di bumi disebut meteorit.
|
|||
Secara umum meteorit dapat dikelompokkan menjadi 3
grup :
1. Meteorit besi (siderit, formulasi unsur Fe dan N)
2. Meteorit campuran besi - batu (sicerolit)
3. Meteorit batu (aerolit, komposisi utama adalah
silikat/SiO2)
| |||
Tektit
Nama tektit
berasal dari bahasa Yunani "tektos" yang berarti cair, lelelh.
Biasanya tektit berwarna hitam, hijau atau coklat, bersifat
"amorf", secara fisik mempunyai kemiripan dengan obsidian.
Tektit
terjadi sebagai dampak tumbukan meteorit dengan permukaan bumi, dimana akibat
dari tumbukan tersebut menyebabkan terjadinya loncatan material yang bersifat
cair yang kemudian membeku dengan cepat.
Tektit
berukuran hanya beberapa gram, kadang-kadang ada yang mencapai berat 12 kg.
Tektit
mempunyai bentuk-bentuk yang unik diantaranya ada yang berbentuk kancing,
bel, oval, tetesan air mata.
Penamaan
tektit diambil dari tempat dimana tektit tersebut ditemukan, contoh :
Moldavit (dari Moldavia, Cekoslovakia), Philippinit (dair Filipina), Javanit
(dari Jawa), Bilitonit (dari Biliton/Belitung)
|
|||
2. Teori Big Bang & Bintang kembar
Pada
mulanya para ilmuan berpijak pada hipotesa bahwa jagad raya tidak mengembang
(statis). Namun dengan berjalannya waktu, pandangan tersebut mulai berubah
sejak diperkenalkannya hukum gravitasi Newton. Hukum gravitasi Newton mampu
menjelaskan secara tepat gerakan benda termasuk benda-benda langit seperti
bumi, bulan dan planet. Penemu planet Uranus bernama William Herschel
mempublikasikan hasil penelitiannya tentang bintang kembar pada
tahun 1782. Ternyata interaksi antar
bintang pun menuruti hukum gravitasi Newton. Bila jagad raya statis maka seluruh
bintang dijagad raya ini saling tarik menarik sehingga akan terbentuk satu
massa yang sangat besar sekali. Nyatanya hal ini tidak terjadi. Dengan demikian
penemuan ini memperkuat dukungan bahwa sebenarnya jagad raya tidak statis.
Pada saat Einstein memperkenalkan teori relativitas
umum pada tahun 1917, kepercayaan tentang keberadaan jagad raya statik masih
berlangsung. Oleh karena itu, Einstein memodifikasi teorinya dengan menambahkan
satu suku yang dikenal dengan konstanta kosmologi. Konstanta ini merupakan gaya
antigravitasi yang bersifat mengimbangi gaya gravitasi sehingga menghasilkan
solusi untuk jagad raya statik. Akhirnya ia sadar bahwa hal ini merupakan suatu
tindakan yang paling bodoh yang ia perbuat selama hidupnya.
Hipotesa lain yang menentang bahwa jagad raya statis
adalah teori “ENTROPI”. Menurut teori entropi, jagad raya ini mempunyai umur
(asal-usul) dan makin lama makin kacau. Hipotesa ini membuat hipotesa jagad
raya statis semakin pudar. Bila umur jagad raya ini dianggap sudah tua sekali,
maka keadaan sekarang pasti sudah kacau. Ternyata keadaan jagad raya sampai
saat ini cukup teratur, berarti umur jagad raya masih muda.
BIG BANG
Sebuah revolusi telah terjadi, jagad raya ternyata
tidak tinggal diam (statik) tetapi mengembang. Fakta ini menjadi landasan dari
kosmologi modern. Astronom Amerika Serikat bernama Edwin Hubble, pada tahun
1929 mempublikasikan salah satu kertas kerjayang menyatakan bahwa
galaksi-galaksi bergerak menjauhi kita sebanding dengan jarak galaksi dengan
kita. Pernyataan ini dikenal sebagai hukum Hubble yang
ditulis sebagai berikut : v = Hor dengan Ho : suatu
konstanta yang disebut konstanta Hubble. Jarak antara benda-benda langit makin
lama makin jauh satu dengan yang lainnya. Pengamat di bumi melihat bahwa semua
benda langit bergerak menjauhi bumi.
Bayangkan sebuah bola berjari-jari r dengan seorang
pengamat pada titik O. Kita anggap bahwa gerakan galaksi pada permukaan bola
adalah akibat dari gaya gravitasi di dalam bola. Diluar bola gaya gravitasi
saling menghilangkan (anggapan ini telah dibuktikan melalui teori relativitas
Einstein untuk jagad raya yang tak berhingga).
Anggap m adalah massa dari suatu galaksi pada
permukaan bola dan anggap M adalah massa total galaksi pada permukaan bola.
Jika adalah kerapatan materi di dalam bola pada waktu sekarang maka,
Jika tidak ada gaya lain selain gaya gravitasi, maka
energi total dari massa m itu adalah: E = 1mv2 - GMm 2 r dengan v adalah
kecepatan galaksi. Energi ini dapat bernilai positif, negatif atau nol
tergantung pada harga v. Jika E positif, galaksi M akan terus bergerak menjauh
selamanya dari pengamat O dan akan mencapai titik tak terhingga. Jika E negatif
maka sistem akan terikat, galaksi m akan tertarik kembali ke titik O. Jika E
sama dengan nol, maka galaksi akan terus menjauhi titik O dengan kecepatan yang
makin lama makin kecil dan akan mencapai nol di titik tak berhingga.
Kesimpulan mengenai kemungkinan berbagai harga E ini
berlaku juga bagi semua pengamat selain di bumi. Sehingga kita bisa simpulkan
bahwa jika E positif jagad raya akan terus berkembang, sedangkan jika E negatif
jagad raya ini akan berhenti mengembang dan runtuh.
Karena v = Hor, jika E = 0 maka, dengan kata lain
jika kerapatan jagad raya ini sebesar jagad raya hampir terikat, dan akan terus
mengembang sampai tak berhingga.
Situasi yang sama terjadi ketika kita melemparkan
benda ke atas. Jika kecepatan yang kita berikan tinggi sekali, maka benda
tersebut bisa tidak kembali lagi ke bumi. Tetapi kalau kecepatannya kecil maka
setelah mencapai ketinggian tertentu benda akan balik ke bumi.
Penentuan ini merupakan hal yang sangat penting untuk
diperhatikan. Orang mencoba menghitung dengan mengambil suatu ruang volume
tertentu lalu menghitung massa galaksi (bintang-bintang) di dalamnya.
Perhitungan massa galaksi dapat dilakukan dengan menghitung pengaruh gravitasi
dari galaksi terdekat. Misalnya jika 2 galaksi mengorbit satu sama lain, jika jarak
dan kecepatannya diketahui maka dengan menggunakan rumus Keppler kita bisa
memperoleh besar massa dari galaksi tersebut. Perhitungan ternyata hanya 10
sampai 20% dari harga . Hal ini menyimpulkan bahwa jagad raya tidak mengembang.
Namun para kosmologis tidak putus asa, mereka mengganggap bahwa di jagad raya
ini pasti ada materi yang tidak terlihat (dark matter) yang membuat jagad raya
lebih padat sehingga cocok dengan kenyataan bahwa jagad raya ini mengembang.
Kelihatannya ini terlalu dipaksakan, namun orang sudah
melihat sedikit titik terang tentang keberadaan dark matter ini. Ada bermacam
kandidat untuk dark matter ini diantaranya adalah : magnetik monopol (jika
ada), black hole (jika banyak), neutrino (jika bermassa).Hal ini masih menjadi
perdebatan sengit di kalangan ilmuwan.
Jika jagad raya ini mengembang, maka pada waktu lampau
alam semesta ini sesungguhnya berasal dari satu pusat yang sangat padat. Pada
suatu ketika pusat ini meledak dan mulai mengembang. Ledakan ini disebut
"big bang".
Sekarang mari kita hitung secara kasar kapan
terjadinya big bang itu. Anggap bahwa jagad raya dari semenjak terjadinya big
bang sampai mengembang, memiliki kecepatan yang tetap (percepatan nol). Jika
jarak galaksi terjauh adalah r dan big bang terjadi pada waktu To dari
sekarang, maka besarnya To dapat dicari dengan rumus Hubble sebagai berikut : v
= Hor r = Hor To To = 1 Ho Perkiraan dari harga ini adalah sekitar 10 sampai 15
bilyun tahun.
Jika ide big bang ini benar, maka pada mulanya setelah
terjadi ledakan suhu jagad raya mulai turun, lalu terbentuk hidrogen, helium
dan atom-atom lain. Atom-atom ini kemudian bergabung menjadi materi yang
disebut galaksi.
3. Teori Tumbukan
Kanan : gambaran artis tentang tumbukan komet dengan
permukaan Bumi jika dilihat dari angkasa, yang menerbitkan gelombang pasang
raksasa dan pijar api yang sangat besar (sumber : NASA).
Masih kita dengan peristiwa spektakuler pada 18 - 24
Juli 1994, ketika pecahan-pecahan komet Shoemaker Levy 9 menghantam permukaan
Jupiter dan menerbitkan percikan bola api raksasa selama puluhan menit dengan
diameter yang lebih besar dibanding diameter Bumi ? Dan, jangan kaget kalau
peristiwa semacam ini pernah juga terjadi di Bumi kita jutaan tahun silam.
Diduga, 60 juta tahun yang lalu, sebuah komet berdiameter 10 km menumbuk
permukaan Bumi di semenanjung Yucatan, Amerika Selatan. Tumbukan ini
menghasilkan kawah raksasa berdiameter sekurangnya 200 km dan diduga
menerbitkan gelombang pasang ke seluruh dunia serta menyemburkan material
ke atmosfer Bumi, menghalangi cahaya Matahari sehingga matilah 70 % kehidupan
di muka Bumi. Inilah zaman ketika dinosaurus secara mendadak lenyap dari muka Bumi.
Namun, percayakah anda jika asal usul kehidupan diduga
juga berawal dari proses tumbukan komet ke permukaan Bumi, milyaran tahun silam
? Empat milyar tahun silam, Bumi yang sedang berada dalam masa awal sejarahnya
mengalami serangkaian bombardemen komet-komet dari antariksa. Para ilmuwan
menamai periode ini sebagai Late Heavy Bombardement (LHB).
Diduga, pada masa ini Bumi mendapatkan molekul-molekul organik yang penting
dari komet-komet yang menumbuknya - yang diistilahkan dengan komet-komet
kamikaze. Cukup menarik perhatian, saat ini telah dketahui 70 macam asam amino
- batu bata penyusun protein - yang ditemukan pada meteorit-meteorit yang
berserakan di permukaan Bumi. Dari 70 macam asam amino tersebut hanya 8 macam
saja yang termasuk ke dalam 20 macam asam amino esensiil yang dibutuhkan
manusia. Sebuah meteorit, yang dinamakan meteorit Murchison - ditemukan di
Australia pada 1969 - diketahui mengandung asam aminobutirat dan valin.
Eksperimen Blank
Atas : inilah bagan peralatan yang digunakan dalam
eksperimen Blank. Panah merah di sebelah kanan memperlihatkan arah gerak
peluru-peluru soda berkeceatan tinggi, sementara tiga buah segitiga merah
memperlihatkan pin-pin transduser untuk mengukur kecepatan peluru. Setelah
tumbukan berlangsung, sampel terlempar ke tanki jebakan dan ditampung untuk
dianalisis (sumber : Jennifer Blank, University California of Berkeley)
Gambaran bahwa asal usul kehidupan berawal dari langit
memperoleh pondasi penguat setelah Jennifer Blank, seorang geokimia dari
University of California melakukan sebuah eksperimen yang dibiayai bersama
dengan NASA. Bekerja sama dengan koleganya di University of Chicago dan Los
Alamos National Laboratory selama tiga tahun terakhir, Blank merancang
sebuah simulasi yang menggambarkan tumbukan komet dan pengaruhnya terhadap
polimerisasi asam amino. Blank menggunakan peluru dari soda padat yang dipacu
pada kecepatan 1,6 km/detik sebagai model bagi komet. Sementara sebagai target
digunakan lempengan stainless steel berdiameter 2 cm dengan
ketebalan 0,5 cm. Dalam tanki target diciptakan kondisi dimana disemburkan
tetes-tetes air yang mengandung lima macam asam amino : fenilalanin, prolin,
lisin (merupakan anggota asam amino esensiil), asam aminobutirat dan valin
(ditemukan pada meteorit Murchison).
Dalam eksperimen ini Blank mengatur suhu, tekanan
ruang eksperimen dan selang waktu tembakan sebagai variabel. Selanjutnya untuk
menganalisis produk eksperimen digunakan kromatografi cairan dan spektrometer
massa di Laboratorium Argonne, Los Alamos. Dari sini didapatkan informasi
tentang jenis dan konsentrasi molekul yang ada.
Cukup mengejutkan, Blank dan koleganya mendapatkan
bahwa asam-asam amino yang ada di dalam tanki eksperimen, setelah mengalami
tumbukan dengan peluru-peluru soda berkecepatan tinggi, menjalani proses
polimerisasi membentuk peptida, dalam bentuk dipeptida, tripeptida dan
tetrapeptida. Lebih lanjut lagi, rasio peptida yang terbentuk tergantung kepada
suhu dan tekanan ruang eksperimen serta durasi penembakan.
Berkait dengan hasil eksperimen ini, Blank
mengestimasikan bahwa asam-asam amino yang terbentuk di atmosfer Bumi - seperti
yang dibuktikan oleh eksperimen Miller - mengalami polimeisasi membentuk
peptida oleh tumbukan komet. Dan proses bombardemen komet yang berlangsung
terus menerus menyebabkan polimerisasi berlangsung terus menerus pula, dimana
peptida membentuk polipeptida (protein). Agar proses ini bisa berlangsung,
seorang Benton Clark dari Lockheed Martin Astronautics di tahun
1988 menyarankan bahwa obyek yang menumbuk - baik komet maupun asteroid -
haruslah cukup lambat sehingga air dan senyawa organik dapat bertahan dari
pemecahan akibat tumbukan. Obyek semacam itu - yang umumnya berkecepatan 25
km/detik - harus datang dari ketinggian maksimal 25o dari
horizon, sehingga akan cukup terlambatkan oleh gesekan dengan atmosfer. Clark
mendapatkan penguatan dari pernyataan Eugene Shoemaker - pemburu komet paling
fenomenal di abad lalu - yang menyatakan bahwa pada masa awal sejarah Bumi,
beberapa persen komet dan asteroid yang menumbuk datang dari ketinggian yag
rendah.
Miller
Eksperimen Blank memang belum bisa
menjawab bagaimana kehidupan muncul, terlebih yang baru dicapai hanyalah tahap
polimerisasi asam amino menuju peptida dan protein. Namun, eksperimen semacam
ini merupakan satu langkah maju yang sama nilainya dengan eksperimen Miller di
tahun 1953 yang terkenal.
Kiri : perangkat eksperimen Miller - Urey. Air
didihkan untuk membentuk uap air yang selanjutnya disalurkan ke ruang reaksi
bersama-sama dengan uap amoniak, gas hidrogen dan metana. Elektroda-elektroda
listrik dinyalakan secara periodik dalam ruang reaksi dan hasil reaksi
diarahkan pada pipa yang lain untuk selanjutnya diembunkan dan dianalisis. Anda
dapat menyaksikan animasi eksperimen ini di sini (Sumber : AccesExcellence.Org).
Pada dekade 50-an, Harold Urey - penemu isotop
Deuterium dan sekaligus peraih hadiah Nobel - mengemukakan bahwa
molekul-molekul senyawa organik yang kompleks seperti asam amino dan gula dapat
diproduksi di atmosfer Bumi purba dengan bantuan kilatan listrik. Di tahun
1953, Urey bersama Stanley Miller merancang perangkat eksperimen yang mencoba
mengkondisikan atmosfer purba Bumi yang berlimpah dengan gas-gas metana,
hidrogen, amoniak dan air. Dengan bantuan pijar listrik, keduanya mendapatkan
bahwa eksperimen ini menghasilkan produk berupa campuran berbagai macam gula
dan asam amino. Dengan eksperimen ini, muncullah teori bahwa kehidupan berawal
dari atmosfer Bumi purba.
Namun kalangan astronomi memiliki teori tersendiri
yang tak kalah menarik. Berdasarkan pengamatan, terdapat cukup banyak substansi
kehidupan yang terkandung dalam awan-awan gas antar bintang ataupun debu-debu
antar planet. Subsansi tersebut meliputi molekul-molekul sederhana - semacam
air, metana, amoniak, hidrogen sianida dan alkohol (termasuk etil alkohol,
bahan baku minuman keras) - hingga molekul-molekul kompelks. Hal ini dibuktikan
lagi dengan enemuan sejumlah asam amino yang terdapat dalam meteorit. Diduga,
meteorit ini merupakan sisa inti sebuah komet yang telah habis menguap.
Dalam eksperimen NASA yang lain di laboratorium antariksa
mini yang dibawa dengan pesawat ulang alik, didapatkan bahwa para ilmuwan NASAAustrobiology
Institute berhasil merekayasa struktur organik mirip sel primitif
(gambar kanan, sumber : NASA).
Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa bentuk-bentuk kehidupan dimungkinkan
berasal dari angkasa luar dan justru dibawa oleh komet-komet yang menumbuk
permukaan Bumi di masa silam. "Sekitar satu komet yang datang ke Bumi
selama periode satu tahun dengan sudut tumbukan yang kecil mampu memproduksi
senyawa organik yang ekivalen dengan oksidasi atmosferik Miller-Urey yang
berlangsung terus menerus selama setahun ", tambah Blank. Kemampuan
asam-asam amino untuk bertahan, sebagaimana yang ditunjukkan dalam
eksperimennya, semakin menguatkan idea di atas.
0 komentar:
Posting Komentar